Peduli Bencana Nasional, Haris Gagas Robot

Peduli Bencana Nasional, Haris Gagas Robot

Surabaya, Ditjen Vokasi - Indonesia termasuk negara yang rawan bencana. Pasalnya, wilayah negeri ini dilewati sabuk Alpide, yakni sabuk seismik yang terbentuk dari bertemunya lempeng lempeng Eurasia, Lempeng India, dan Lempeng Australia. Hal tersebut membuat sabuk Alpide menjadi wilayah kedua paling rawan gempa bumi di dunia. Selain itu, Indonesia juga memiliki curah hujan yang tinggi serta berada di wilayah tropis (garis khatulistiwa) yang membuatnya rentan terkena badai, topan, dan juga siklon tropis, terutama yang dekat dengan Samudra Pasifik.

 

Kepedulian terhadap kondisi ini pun memacu enam mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) berinovasi menciptakan robot observasi gunung berapi berbasis adaptive morphology.

Robot yang bisa mendeteksi gas beracun pasca-erupsi gunung berapi tersebut turut ditampilkan dalam pameran Mahakarya Vokasi bertajuk “Vokasiland-Road to Hakteknas 2022” yang digelar di Grand City Mall Surabaya, Jawa Timur, pada 28-31 Juli 2022.

 

Salah seorang penggagas robot observasi gunung berapi, Haris Hidayatullah, mengungkapkan bahwa gagasan membuat robot ini bermula dari adanya risiko pasca-erupsi gunung berapi. “Biasanya pasca-erupsi gunung berapi peneliti datang untuk mengambil sample material,” katanya.

 

Namun, untuk menuju lokasi areal bencana gunung berapi memiliki risiko yang besar. Pasalnya, tidak jarang pasca-erupsi sering kali memmunculkan gas beracun. “Robot ini diciptakan untuk mendeteksi gas beracun,” jelasnya.

 

Robot ini berfungsi untuk mengambil sampel material, seperti belerang dan mengecek gas beracun di wilayah bencana. “Kami juga membuat yang ground untuk melakukan pemetaan lokasi bencana,” ujar Haris.

Haris menjelaskan, sebelumnya ia bersama timnya juga melakukan riset untuk melihat kondisi di areal gunung berapi. “Riset itu diperlukan untuk mengetahui kondisi pasca-erupsi,” katanya.    

 

Hasil riset itulah yang lantas digunakan untuk mendesain robot. Oleh karena itu, desain robot dibuat agar bisa berjalan sesuai kondisi di pegunungan. “Rodanya kita rancang untuk medan yang berbatu, berpasir, hingga yang berlumpur,” terang Haris.

 

Diakui Haris, robot observasi gunung berapi itu didesain untuk bisa naik ke puncak gunung. “Robot ini bisa naik ke gunung dengan mekanisme crawling,” ujarnya.

 

Haris mengungkapkan, pengerjaan robot ini memakan waktu selama 2 tahun, termasuk riset hingga desain dan realisasinya. Untuk saat ini, robot tersebut masih dikendalikan melalui remote control. Akan tetapi, ke depannya akan dikembangkan autonomous.

 

Melalui teknologi tersebut nantinya robot bisa mengatur sendiri wilayah yang akan diobservasi. “Untuk saat ini masih mengunakan remote yang bisa dikendalikan dari jarak 3-5 kilometer,” jelas Haris.

 

Haris pun menjelaskan ada banyak keunggulan pada robot tersebut, di antaranya robot dapat digunakan untuk mengobservasi gas-gas beracun dan membawa material serta bisa berjalan di wilayah gunung berapi.

 

Haris menambahkan, pengerjaan robot ini memakan waktu selama 2 tahun, termasuk riset hingga desain dan realisasinya. Selain itu, pihaknya juga bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banyuwangi.  

 

“Robot ini sangat membantu BPBD untuk memperoleh data awal erupsi gunung berapi dan tidak ada perlu orang yang ke sana,” ujar Haris.

Haris juga berharap, produk inovasi mahasiwa PENS ini bisa diproduksi massal, sehingga bisa dimanfatkan masyarakat.  

 

Hanya saja, saat ini robot tersebut masih dalam proses pengembangan. Salah satu yang sedang dikembangkan adalah autonomous. “Setelah secara fungsional terpenuhi, baru kita produksi,” katanya. (Diksi/Bam/AP/NA)