‘Ngulik’ AI, Athaya Raih Juara di Berbagai Event

‘Ngulik’ AI, Athaya Raih Juara di Berbagai Event

Jakarta, Ditjen Diksi – Berangkat dari permasalahan kecelakaan lalu lintas yang terus saja naik dari tahun ke tahun, bahkan sempat lebih dari 1.000 kejadian dalam setahun, membuat Athaya Abimana, siswa SMK Mitra Industri MM2100, Cikarang, Jawa Barat, tergerak untuk membuat sebuah inovasi alat berbasis artificial intelligence (AI). Bersama mentor yang bukan lain adalah gurunya, Heas Priyo Wicaksono, Athaya merancang sebuah alat bernama Electronic Safety System yang diikutsertakan pada event kejuaraan “Jasa Raharja Youth Inovation” yang diselenggarakan akhir tahun lalu dan berhasil menduduki juara 2 dari 1.218 total peserta.

Sebagai mentor, Heas mengatakan kebanggaannya terhadap kemampuan Athaya yang mampu untuk membuat karya berbasis AI. Bahkan, Heas menambahkan bahwa Athaya berhasil menarik perhatian juri yang tidak lain adalah Direktur Utama PT Jasa Raharja, praktisi industri, serta salah satu dosen dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) karena kemampuannya untuk mengulik AI dan mengimplementasikannya menjadi sebuah inovasi karya.

“Athaya sendiri, bahkan sudah banyak beasiswa yang didapatkan melalui event lomba. Jadi, bisa masuk universitas tanpa tes lewat lomba-lomba yang pernah dimenangkannya,” lanjut Heas.

Electronic Safety System merupakan alat yang dirancang untuk bisa mengidentifikasi ketika pengendara mengantuk, mengobrol atau menelepon melalui tracking wajah dan mata dari pengguna. Adapun cara kerja dari alat tersebut, yakni akan muncul pengingat ketika pengendara mengantuk melalui suara yang juga bisa disesuaikan dengan selera pengguna. Bahkan, pengingat tersebut dapat dimodifikasi dengan semburan air ke wajah pengendara.

Pada alat tersebut pula terdapat 3 tracking wajah dan mata, yaitu ketika melihat ponsel genggam dan terdistraksi, serta ketika pengendara tidak terdeteksi. Kemudian, aplikasi yang telah dirancang pada perangkat tersebut akan mengirimkan sinyal ke hardware yang bisa mengeluarkan output berupa pengingat, seperti suara atau semburan air sesuai dengan selera dan kebutuhan pengguna.

Athaya menjelaskan bahwa pembuatan alat tersebut memakan waktu hingga 3 bulan. Adapun tahapan-tahapan yang dilalui, seperti case learning, yakni Athaya dan mentornya mempelajari masalah yang ada, kemudian dilanjutkan pada case majority factor, yakni dilakukannya survei untuk mengetahui apa yang paling besar berkontribusi menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Setelah itu dilakukan proses brain storming idea, lalu sampailah pada eksekusi ide. 

Sementara itu, untuk alur pembuatannya dimulai dari membuat hardware dan perencanaan aplikasi, penentuan kerangka dan pembuatan aplikasi, serta penyetaraan hardware dan software. Pada penyetaraan perangkat tersebut, Athaya juga mengakui adanya kendala.

“Perancangan hardware menjadi kendala terbesar karena mempertimbangkan faktor biaya dan development, serta tingkat kerumitan instalasi kendaraan. Karena, biasanya pembeli tidak mau ribet. Jadi, kalau install ini ‘sesimpel’ mungkin biar bisa di-install,”  ujar Athaya.

Kompetensi yang dimiliki Athaya mengenai AI atau kecerdasan buatan itu merupakan salah satu jawaban yang dibutuhkan oleh industri, khususnya pada era industri 4.0. Karenanya, mengembangkan kompetensi melalui pendidikan vokasi perlu diperkuat kembali agar ke depannya dapat melahirkan berbagai solusi-solusi bagi permasalahan lainnya, seperti Athaya yang memberikan solusi atas permasalahan banyaknya angka kecelakaan lalu lintas.

Athaya juga berharap bahwa alat yang dirancangnya tersebut dapat diproduksi massal oleh PT Jasa Raharja yang mengadakan kejuaraan tersebut, sehingga dapat bermanfaat dan dihilirkan ke masyarakat.

Sedangkan sebagai mentor, Heas juga memberikan pesan bahwa menjadi anak SMK tidak hanya dikenal dengan berbagai stigma negatif yang beredar di masyarakat. Akan tetapi, dengan ketekunan dan rasa berani untuk mencoba, maka dapat menciptakan berbagai inovasi karya yang menjadi jawaban dari berbagai permasalahan yang ada.

“Indonesia tidak kekurangan orang yang pintar, tapi kita ini sering pesimistis duluan. Kadang-kadang kita perlu pemicu. Jangan pernah takut untuk mencoba, karena semua bisa belajar di internet yang semuanya open source. Intinya, jangan pernah takut mencoba,” ujar Heas. (Diksi/Tan/AP)