Kurikulum Vokasi Harus Fleksibel!

Jakarta, Ditjen Diksi -- Tak bisa dibantah, dikotomi antara pendidikan umum dengan vokasi memang dirasakan sampai saat ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Guru Besar ITB Prof. Iwan Pranoto saat mendampingi Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto menjadi narasumber pada “Bincang Edukasi” yang disiarkan secara live streaming pada kanal Youtube Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi pada Sabtu (11/07).Meski demikian, “Ke depan, sepertinya akan menghilang.

Batasannya akan semakin tipis. Yang (pendidikan, red) umum ingin seperti vokasi, dan begitu sebaliknya,” jelas Iwan. Karenanya, tambah Iwan, vokasi harus mengembangkan kecakapan diri seiring kemajuan dunia industri. Menurutnya, mau tak mau lulusan vokasi harus senantiasa belajar. “Sama-sama (pendidikan umum dan vokasi, red) siap belajar, sama pentingnya dengan siap kerja,” ujarnya.

Ditambah lagi, usia pengetahuan yang dinilai sangat singkat, misalnya skill bisa kedaluarsa hingga harus siap belajar.  Pendidikan “umum dan vokasi akan semakin konvergen,” ujar Iwan.

Selaras dengan pernyataan Prof. Iwan,  Dirjen Wikan pun menjelaskan nantinya akan dibentuk kebijakan mengenai kurikulum yang lebih fleksibel.  Sehingga, kurikulum pendidikan vokasi dapat mengikuti perkembangan industri.
“Kurikulum ke depan adalah kurikulum yang fleksibel. Kurikulum yang nanti akan dikembangkan sendiri oleh SMK masing-masing sesuai dengan kebutuhannya dan kasus ‘link & match’.  Kita juga merancang pembelajaran yang berbasis project, dengan mengerjakan real project dalam tim sehingga peserta didik akan menerima portofolio dari project tersebut,” jelas Wikan.

Yang terpenting bagi Wikan, program “link & match” diharapkan bisa mencetak banyak SDM yang kompeten dan terserap oleh industri.

Wikan menargetkan dalam jangka waktu dua tahun ini lulusan vokasi diserap oleh industri atau masuk ke dunia wirausaha sebesar 80 persen. “Kalau belum (tercapai, red), berarti kurikulum belum (fleksibel, red),” jelasnya.
Di samping itu, tambah Wikan, lulusan SMK nantinya tidak hanya terhenti pada dunia kerja, melainkan dapat meneruskan pendidikannya. Pasalnya, Ditjen Diksi juga telah mempersiapkan jalur fast track bagi SMK.

“Ke depannya akan ada SMK fast track. Bukan 3 tahun, tapi 4,5 tahun hingga menyandang D2. Adapun nanti untuk lanjut ke D4 tidak di tahun pertama, tapi dari tahun ketiga. Jadi, akan ada banyak fleksibilitas, serta ekosistem dinamik di pendidikan vokasi,” ujar Wikan. (Diksi/RA/AP)