Fleksibilitas Kurikulum di Masa Pandemi

Fleksibilitas Kurikulum di Masa Pandemi

Jakarta, Ditjen Diksi - Masa pandemi Covid-19 yang kini menyelimuti Tanah Air, juga dunia, tentu saja membuat segala aktivitas kehidupan masyarakat tak lagi berjalan seperti biasanya. Tak terkecuali dengan proses belajar mengajar dunia pendidikan. Karenanya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Kurikulum pada kondisi khusus tersebut memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk menentukan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik.

Totok Suprayitno selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud menerangkan bahwa di dalam keputusan Mendikbud tersebut terdapat tiga opsi yang dapat dilakukan sekolah dalam pelaksanaan kurikulum dalam kondisi khusus. Opsi pertama, sekolah dapat tetap menggunakan kurikulum nasional. Lalu opsi kedua, sekolah dapat menggunakan penyederhanaan kurikulum dalam kondisi khusus yang disusun oleh Kemendikbud. Adapun opsi ketiga, sekolah dapat melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.

“Kita menyadari bahwa proses belajar mengajar tidak seperti biasanya, tidak mungkin seluruh cakupan materi bisa diajarkan semua karena dikhawatirkan waktu pembelajarannya tidak cukup.  Oleh karena itu, perlu disederhanakan,” tutur Totok saat bincang-bincang mengenai “Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus” melalui siaran Radio Sonora FM, Senin (10/8).

Di samping itu, tambah Totok, diperlukan asesmen dalam kondisi khusus tersebut guna mengidentifikasi dan mengumpulkan data untuk melihat kondisi anak didiknya setiap saat. Asesmen merupakan proses sistematis dalam pengumpulan, pengolahan, dan penggunaan data aspek kognitif dan non-kognitif untuk meningkatkan kualitas belajar peserta didik. 

“Dalam kondisi belajar sendiri dan dengan kondisi cara belajar yang semakin beragam, maka peran asesmen untuk mengidentifikasi keragaman kemampuan belajar siswa semakin penting. Diajar bersama-sama saja kemampuan belajar siswa beragam, apalagi saat ini cara belajarnya pun beragam pasti hasilnya juga semakin beragam,” ujar Totok.

Totok pun berharap, dengan adanya kurikulum yang fleksibel, adaptif, menyesuaikan keberagaman tiap daerah, dan merangsang kreativitas supaya tidak ada penyeragaman ini, akan bisa membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada di lapangan.

Sementara itu guru SDN Indrasari 1 Martapura, Kalimantan Selatan, Yayuk Hartini berpendapat, adanya penyederhanaan kurikulum ini sangat membantu karena bisa menggunakan kompetensi dasar yang esensial saja untuk diterapkan dalam proses belajar dari rumah (BDR).

Menurut Yayuk, cara mengajar pada proses BDR memiliki tantangan yang besar sekali karena memerlukan kreativitas dan teknik-teknik agar guru tetap bisa mengajar dengan nyaman dan ideal. Yang terpenting, “Anak didik juga tetap mendapat haknya untuk belajar dengan nyaman dan menyenangkan,” ucap Yayuk. (Diksi/RA/AP)