Wujudkan Pola Minim Limbah dengan Zero Waste Pattern di Magang Instruktur LKP Tata Busana

Wujudkan Pola Minim Limbah dengan Zero Waste Pattern di Magang Instruktur LKP Tata Busana

Jakarta, Ditjen Vokasi - Tahukah kamu? Limbah tekstil yang ada di Indonesia sudah sangat melimpah. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN KLHK) tahun 2021, Indonesia telah menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil atau fesyen. Angka yang fantastis bukan?


Untuk mengurangi sampah sisa pembuatan tekstil atau kain, maka diperlukan langkah preventif. Salah satunya adalah dengan memperkenalkan konsep zero waste pattern kepada peserta magang instruktur kursus dan pelatihan 2023. Dengan harapan instruktur yang mengikuti magang akan memberikan ilmu yang telah diperolehnya kepada peserta didik di lembaga kursus dan pelatihan (LKP).


Kementerian Pendidikan, Pendidikan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Kursus dan Pelatihan (Ditsuslat), Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi menggandeng sekolah fesyen ternama yaitu ESMOD untuk memperkenalkan konsep tersebut kepada peserta magang instruktur kursus dan pelatihan.


Peningkatan kompetensi instruktur melalui magang di industri merupakan langkah penting dalam penjaminan mutu pembelajaran yang akan berdampak positif pada kualitas peserta didik di LKP,” ungkap Direktur Kursus dan Pelatihan, Wartanto pada Pembukaan Magang Instruktur Kursus dan Pelatihan Bidang Tata Busana pada Senin (05-06-2023).


Direktur Wartanto juga mengungkapkan bahwa ESMOD mempunyai kualitas yang layak untuk pembekalan ilmu kepada para instruktur, baik dari sistem pembelajaran sampai dengan sarana dan prasarana.


Pembelajaran magang instruktur tersebut dirancang sesuai tren dan standar industri, termasuk mengenai zero waste pattern. Konsep tersebut mungkin masih terdengar asing bagi orang awam. Namun, konsep ini bisa menekan angka limbah tekstil atau sisa kain. 




Berdasarkan pengertiannya, zero waste pattern adalah suatu teknik atau metode pembuatan pola dengan meminimalkan penggunaan kain sehingga tidak banyak sisa kain yang terbuang. Metode khusus ini dilakukan dengan cara mengembangan produk pakaian dengan mengintegrasikan pemotongan pola ke dalam proses desain.


Zero waste pattern tidak hanya tentang pengembangan desain garmen dengan sedikit limbah kain, tetapi ini tentang manajemen siklus hidup produksi mode secara keseluruhan,” tutur Dini selaku R&D Manager ESMOD Jakarta.


Secara sederhana, Dini menjelaskan bahwa konsep tersebut diajarkan kepada instruktur LKP dengan proses cutting yang sederhana, minimalisasi sambungan/ jahitan sehingga menghasilkan sisa potongan kain yang sangat sedikit. Biasanya produk yang dihasilkan pun free size. Maka dari itu, peserta magang instruktur ini pun diberikan tugas membuat kimono.


Salah satu peserta magang instruktur adalah Seri Yona Ma’ruf dari LKP Taqia, Kab. Bandung Barat, Jawa Barat. Konsep tersebut memang ingin ia perdalam dan nantinya bisa diterapkan ke peserta didik di LKP. Praktik yang dibuat pada pembelajaran magang instruktur adalah membuat kimono.


Kimono saya tidak memiliki belahan dan lengan kimono modifikasi. Terdapat pleats pada sisi kiri dan kanan baju bagian bawah. Kemudian di tengah pleats-nya dikerut dan diberi tambahan kain lain berwarna hitam sebagai hiasan,” ujar Yona menjelaskan detail kimono buatannya.


Yona bercerita bahwa ia menjadi mampu mengukur lebar kain untuk membuat pakaian dengan teknik memotong pola. Ia juga mampu mengkreasikan sisa kain sehingga dibuat memberikan ide untuk diinterpretasikan menjadi bentuk pola pakaian.


“Awalnya saya juga bingung mau buat sketsa seperti apa. Tapi ternyata instruktur ESMOD bilang kalau lebih mudah menemukan ide setelah kain diletakan kepada mannequin,” ungkap Yona terkait tantangannya membuat kimono zero waste pattern.


Yona juga bercerita bahwa ini adalah pengalaman pertamanya membuat pola dengan konsep tersebut. Ia merasa konsep pola zero waste cukup menantang pada kainnya karena dibutuhkan analisa desain, pola serta perhitungan yang benar-benar matang sebelum memotong kain.


Selain membuat kimono, di hari ke lima juga ia membuat zero waste produk lainnya, yaitu model rok waterfall skirt, baik dari pola dan variasinya.


Yona menjelaskan, “Kami diberikan tugas satu lembar kain, lalu bagaimana caranya kain tersebut dibuat rok tanpa sisa potongan. Makanya dibuat rok waterfall skirt di bagian depan, kain dibuat menggantung seperti air terjun.”  




Berdasarkan prosesnya, pembuatan rok waterfall skirt ini dimulai  dari ujung salah satu sisi lipatan kain dan gambar garis melengkung ke arah bagian tengah lipatan. Garis ini akan seolah menjadi 'air terjun' di bagian depan rok. Peserta dapat bereksperimen dengan bentuk dan ukuran lipatan yang diinginkan. Kemudian, gunakan gunting kain untuk memotong sepanjang garis yang digambar, sampai akhirnya di tahap menjahit dan finishing.


Bagi Yona, materi zero waste pattern bukan hanya untuk peduli terhadap lingkungan. Akan tetapi juga memutar otak untuk berkreasi agar bisa membuat produk yang unik. Setelah selesai program ia tak sabar untuk menerapkan konsep tersebut pada pembelajaran di LKP-nya. (Zia/Cecep)