Jurusan D-1 Kriya Kulit AKN Seni dan Budaya Yogyakarta Lestarikan Warisan Budaya Bangsa

Jurusan D-1 Kriya Kulit AKN Seni dan Budaya Yogyakarta Lestarikan Warisan Budaya Bangsa

Yogyakarta, Ditjen Vokasi – Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keberagaman kebudayaannya satu di antaranya ialah wayang kulit. Wayang telah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda pada tanggal 7 November 2003 oleh Unesco.


Perkembangan zaman yang terus bergerak dikhawatirkan akan menggerus keberadaan wayang. Terlebih jumlah pengrajin wayang saat ini dapat dihitung dengan jari. Ada banyak cara untuk mengajarkan dan melestarikan kebudayaan kepada generasi penerus, salah satunya melalui Jurusan D-1 Kriya Kulit Akademi Komunitas Negeri (AKN) Seni dan Budaya Yogyakarta.


Jurusan D-1 Kriya Kulit AKN Seni dan Budaya Yogyakarta merupakan salah satu jurusan yang memiliki konsentrasi pada tatah sungging.  Salah satu dosen Jurusan D-1 Kriya Kulit, Junende Rahma mengatakan bahwa Tatah sungging merupakan suatu proses yang dilakukan dalam pembuatan wayang kulit. 


“Konsentrasi jurusan kami ini ada di tatah sungging. Tatah itu proses melubangi kulit perkamen (bahan kulit wayang), sedangkan sungging adalah Teknik pewarnaan wayang dengan prinsip gradasi warna,” tutur Rahma.




Waktu pendidikan yang hanya memakan satu tahun menuntut AKN Seni dan Budaya Yogyakarta untuk memaksimalkan pengajaran agar dapat meluluskan para praktisi pembuat wayang kulit yang berkualitas. Guna mendukung peningkatan kualitas lulusannya, dalam proses pembelajarannya, AKN Seni dan Budaya Yogyakarta menggandeng pengrajin wayang kulit yang ada di Yogyakarta sebagai instruktur.


“Metode pembelajaran yang kami ajarkan ini campuran ya, pertama mahasiswa yang mengambil jurusan D-1 Kriya Kulit akan mendapatkan teori terkait tatah sungging. Setelah teori diberikan kemudian mahasiswa langsung praktik membuat wayang kulit sesuai tahapannya,” tutur Rahma. 


Setiap mahasiswa akan membuat wayang sendiri dengan jenis wayang yang disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa. Dalam membuat wayang kulit ada beberapa alat yang harus disiapkan, antara lain tatah kulit perkamen, pandukan, tindih besi dan malam batik, batu asah kasar dan halus, palu kayu, kertas amplas, kertas kalkir, pensil, kuas bulu halus dan kasar, kain perca, palet, cat akrilik water based, clear water based, dan gapit sungu.




“Waktu yang diperlukan untuk membuat satu jenis wayang kulit bervariasi tergantung dari tingkat kerumitan jenis wayang. Saat ini, hasil wayang kulit buatan mahasiswa dipajang di kampus dan dipagelarkan saat pameran,” tutur Rahma.


Rahma menambahkan bahwa ilmu yang didapatkan oleh mahasiswa kemudian ditularkan saat mahasiswa mengikuti program pembuatan laporan akhir. Di sana mahasiswa memberikan edukasi kepada masyarakat terkait tatah sungging. 


“Harapannya dengan keberadaan Jurusan Kriya Kulit ini akan menambah minat masyarakat dalam melestarikan wayang kulit terutama di wilayah Yogyakarta. Soalnya jumlah pengrajin wayang semakin ke sini semakin sedikit. Lulusan kami diharapkan mampu menjawab tantangan ke depan supaya keberadaan wayang kulit ini tetap aman,” tutur Rahma.


Sementara itu, alumnus AKN Seni dan Budaya Yogyakarta, Teghart Cahayaning menuturkan bahwa kuliah di Jurusan Kriya Kulit merupakan hal yang sangat menyenangkan. Banyak ilmu yang didapatkan terkait kriya kulit. 




“Saya ini dulu lulusan dari jurusan kriya tekstil, kemudian saya melanjutkan di AKN. Akan tetapi ternyata yang difokuskan lebih ke kriya kulit. Saya belajar dari nol dan alhamdulillah saya didorong oleh dosen-dosen di sana sehingga saya dapat mengikuti seluruh pembelajaran dengan menyenangkan. Saya juga telah membuat satu wayang kulit dengan tokoh Batara Narada dalam waktu 8 bulan,” ucap Teghart.


Setelah lulus, Teghart pun tidak meninggalkan ilmunya begitu saja. Ia mengaplikasikan ilmu yang telah didapat untuk membantu sebuah sanggar milik dosennya yang menggeluti usaha kriya kulit khususnya wayang kulit di daerah Bangunjiwo, Yogyakarta.


“Sanggar milik dosen saya ini merupakan salah satu sanggar yang fokus dengan pelestarian wayang kulit khususnya gagrak Yogyakarta. Ada sekitar 20 wayang yang telah saya buat dan telah memenuhi standar atau setara dengan buatan dosen saya ini. Saya berharap ke depannya akan banyak kaum muda yang peduli dan ikut melestarikan wayang kulit dengan belajar mendalami ilmu tatah sungging di Jurusan Kriya Kulit AKN Seni dan Budaya Yogyakarta. Semua ini bisa dipelajari asal ada kemauan dan ketekunan,” tutur Teghart. (Aya/Cecep)