Didukung Matching Fund, Kapal Besutan PPNS Bakal Pamer di KTT G20
Meski berbahan kayu, namun kapal dioperasikan secara modern dengan tetap mengedepankan warisan budaya bangsa sendiri.
Surabaya, Ditjen Vokasi – Sebagai negara bahari dan kepulauan yang persentase lautannya jauh lebih luas ketimbang daratan, sejak dulu negeri ini memang dikenal memiliki pelaut ulung. Tak hanya itu, perahu atau kapal tradisional buatan sendiri juga telah terbukti tangguh mengarungi seluruh wilayah nusantara. Tak heran, hadirnya perahu tadisional hingga kini masih dibutuhkan sebagai moda transportasi antarwilayah di Indonesia maupun yang banyak dipakai nelayan bekerja di lautan.
Oleh karena itulah, sumber daya manusia (SDM) yang kompeten di bidang perkapalan mutlak diperlukan guna menunjang keperluan moda transportasi masyarakat tersebut. Salah satu perguruan tinggi yang memenuhi kebutuhan SDM tersebut adalah Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS). Perguruan tinggi berbasis pendidikan vokasi ini merupakan satu-satunya politeknik yang berfokus pada bidang maritim teknologi perkapalan serta teknologi penunjangnya.
“Untuk menghasilkan SDM kompeten dan berdaya saing internasional, PPNS melakukan link and match, teaching factory, maupun teaching industry,” jelas Direktur PPNS, Eko Julianto.
Eko mengatakan, saat ini PPNS dapat menghasilkan kapal kecil maupun menengah, namun teknologinya dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang. “Jadi, tidak hanya untuk kebutuhan di laut,” ujarnya.
PPNS sendiri kini diketahui tengah mengembangkan kapal tradisional berbahan kayu, terkait dengan dukungan terhadap program Jalur Rempah. Bertitel “Revitalisasi Jalur Rempah” program Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek ini merupakan bagian dari upaya untuk menguatkan budaya bahari Indonesia. Program ini dilakukan dengan penanaman kembali berbagai jenis rempah, mengaktifkan kembali pelabuhan-pelabuhan bersejarah, serta revitalisasi kapal. Melalui program ini, PPNS diberi kesempatan untuk membangun kapal bersejarah yang pernah membuat Indonesia jaya pada masanya, yaitu Pentjalang. Kapal ini merupakan kapal dagang tradisional nusantara atau dalam sejarah disebut sebagai pantchiallang atau pantjalang.
Proyek ini pun mendapat dukungan penuh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi melalui penyaluran bantuan operasional Matching Fund (MF) tahap kedua tahun 2022. Bertitel “Revitalisasi Ekosistem Kapal Kayu Tradisional untuk Menunjang Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Berkelanjutan”, pembangunan kapal tradisional ini mendapatkan kucuran sekitar Rp1 miliar.
Kapal yang bakal mengarungi pelayaran jalur rempah ini memiliki panjang 11,02 meter, panjang garis air 11,16 meter, tinggi 1,5 meter, dan lebar 4 meter. Kecepatan yang dimiliki berkisar 10 knot dengan daya angkut berkapasitas 4 orang.
Kabarnya, kapal tradisional kreasi PPNS ini bakal hadir pada acara puncak pertemuan negara-negara perekonomian besar dunia, yakni KTT G20 di Bali pada November 2022 mendatang. Meski mengusung revitalisasi pembangunan kapal ikan tradisional, namun kapal dioperasikan secara modern. Plus, “Dengan tetap mengedepankan warisan budaya kita,” ujar Eko.
Libatkan Pengrajin Kapal Tradisional
Menurut Ketua Tim Proyek Revitalisasi Kapal Tradisional, I Putu Arta Wibawa, proyek pembangunan kapal ini akan melibatkan dosen, mahasiswa, dan mitra industri. “Selain itu, juga melibatkan pengrajin kapal tradisional sebagai bentuk transfer teknologi,” ujarnya.
Menurut Putu, proyek pembangunan kapal terdiri atas tiga tim. Tim pertama adalah peneliti yang bertanggung jawab hilirisasi penelitian, lalu kedua, tim produksi yang bertanggung jawab terhadap proses pembangunan kapal. “Terakhir, tim pengelola proyek yang bertanggung jawab terhadap manajemen dan monitoring,” jelasnya.
Putu menambahkan, adapun jumlah mahasiswa yang terlibat sebanyak 40 orang. “Adapun program studi yang terlibat, yakni Teknik Perancangan dan Konstruksi Kapal, Teknik Bangunan Kapal, Teknik Permesinan Kapal, Teknik Kelistrikan Kapal, Manajemen Bisnis, serta Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Maritim Challenge yang berbasis pembangunan dan pengoperasian kapal kayu. Keterlibatan mahasiswa, menjadi sangat penting karena kegiatan ini merupakan project based learning (PBL) dan implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di PPNS,” terangnya.
Ilham Yusuf, mahasiswa Program Studi Perancangan Dan Konstruksi Kapal yang juga aktif di UKM Maritim Challenge, menyatakan bahwa proyek ini sangat berhubungan dengan mata kuliah yang diajarkan, yakni praktik nonmetal. Alhasil, “Program ini turut mengasah kemampuan kita dalam bidang kapal kayu,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bengkel Nonmetal, Sumardiono, menjelaskan bahwa tahapan pengerjaan sudah dimulai pada Agustus. “Tahapan pembuatan part atau bagian-bagian kecil kapal dibuat di sini dengan permesinan, sedangkan untuk perakitan dibuat di Lamongan yang memiliki hanggar tertutup,” terangnya.
Direktur PPNS, Eko, berharap, karya monumental ini nantinya bisa membuat bangsa Indonesia bangga dengan budayanya. Serta, “Membuat anak-anak muda tertarik untuk ke laut, karena jatidiri bangsa kita adalah pelaut,” tuturnya.
Ciptakan Speedboat dan Autopilot
Tak hanya kapal tradisional, PPNS juga dikenal banyak menghasilkan jenis-jenis kapal lainnya. Misalnya saja speedboat yang dibuat bersama PT Samudera Sinar Abadi Shipyard guna memenuhi pesanan dari Dinas Perhubungan Mimika, Papua, tahun lalu.
Kerja sama antara perguruan tinggi vokasi dan industri in berbuah tipe speedboat “Amole 01” dengan kapasitas angkut 22 orang. Dengan dimensi panjang 12.5 m, kapal ini mampu melaju dengan kecepatan 25 knot. Tak hanya industri, PPNS juga melibatkan dosen, teknisi, mahasiswa, dan bahkan siswa SMK yang sedang magang.
Contoh produk lainnya dilakukan dengan menggandeng industri perkapalan untuk memproduksi kapal autopilot untuk nelayan tradisional. Inovasi ini diharapkan dapat mempermudah menemukan lokasi persebaran ikan yang berdampak pada hasil tangkap nelayan yang semakin meningkat.
Melalui virtual assistant maka nelayan dapat memanfaatkan perangkat ini untuk menemukan informasi lokasi ikan. Bertitel Smart Autopilot Unmanned Ships (SAUS), kapal tanpa awak ini dapat bergerak menuju daerah persebaran ikan. Selain itu, kapal juga bisa mengirim data data di laut berupa suhu, salinitas, dan kecepatan angin yang dapat dijadikan informasi untuk peningkatan hasil tangkap dan keselamatan dalam berlayar.
Sebagai informasi, PPNS hadir sebagai perguruan tinggi vokasi yang mandiri sejak tahun 2014. Politeknik ini pun digadang-gadang merupakan satu-satunya politeknik negeri yang membidangi perkapalan. Dalam era globalisasi, nama PPNS juga dikenal sebagai Shipbuilding Institute of Polytechnic Surabaya (SHIPS).
PPNS sendiri diketahui menyelenggarakan Jurusan Teknik Bangunan Kapal (TBK), Teknik Permesinan Kapal (TPK), dan Teknik Kelistrikan Kapal (TKK) melalui jenjang D-3, sarjana terapan (D-4), hingga S-2 Teknik Keselamatan dan Risiko. (Diksi/AP/NA)