Bermula Skandinavia, Begini Sejarah Pendidikan Inklusi Hingga di Indonesia

Bermula Skandinavia, Begini Sejarah Pendidikan Inklusi Hingga di Indonesia

Jakarta, Ditjen PKPLK - Istilah pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi barang sudah tidak terlalu asing di masyarakat Indonesia. Istilah yang dikumandangkan oleh UNESCO ini sejatihnya berasal dari kata Education for All yang artinya pendidikan yang ramah untuk semua. Melalui pendekatan ini, penyelenggaraan pendidikan berusaha menjangkau semua orang tanpa terkecuali. Inklusif pun bukan hanya bagi mereka yang berkelainan atau luar biasa, melainkan berlaku untuk semua anak.


Meskipun sudah tidak asing lagi, sebenarnya seperti apa sejarah pendidikan inklusi? Dikutip dari sejumlah sumber, pendidikan inklusif sendiri diprakarsai dan dimulai di sejumlah negara-negara Skandinavia, seperti Denmark, Norwegia, dan Swedia sebelum tahun 1960-an.


Praktik-praktik pendidikan inklusi di negara-negara tersebut kemudian mengundang keinginan Presiden Amerika Serikat, Kennedy, untuk mempelajari secara mendalam konsep pendidikan tersebut. Akhirnya, pada tahun 1960-an, Kennedy mengirimkan pakar-pakar pendidikan luar biasa ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan Least restrictive environment sebagai sebuah pendekatan dalam penanganan ABK dengan memberikan kesempatan kepada ABK untuk beraktifitas dengan anak-anak pada umumnya dengan lingkungan yang tidak terbatas. Konsep tersebut ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat. 


Dari Skandinavia dan Amerika Serikat, pendidikan inklusi terus berkembang ke berbagai negara di Eropa, seperti Inggris  yang mulai menggeser model pendidikan untuk anak kebutuhan khusus dari segregatif ke integratif.


Konferensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989 yang disusul dengan konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok semakin menguatkan tuntutan penyelenggaraan pendidikan inklusi. Terlebih, hasil konferensi dunia tentang pendidikan di Bangkok tersebut telah menghasilkan deklarasi ‘Education for All yang mendorong agar semua anak tanpa kecuali (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan layanan pendidikan secara memadai. 


Sebagai tindak lanjut deklarasi Bangkok, pada tahun 1994, konvensi pendidikan di Salamanca Spanyol juga mencetuskan perlunya pendidikan inklusif yang selanjutnya dikenal dengan “the Salamanca statement on inclusive education.” 


Sebagai respons atas tuntutan pendidikan inklusi, pada 2004, Indonesia menyelenggarakan konvensi nasional yang menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif. Dari Deklarasi Bandung, dorongan pendidikan inklusi di Indonesia semakin menguat melalui Rekomendasi Bukittinggi pada 2005 yang menekankan perlunya pengembangan program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan yang berkualitas dan layak.


Praktik pendidikan inklusi sendiri sebenarnya sudah diterapkan di Indonesia sejak tahun 1980-an melalui program pendidikan terpadu, di mana ABK dapat bersekolah di sekolah umum sepanjang dapat menyesuaikan dengan sistem sekolah yang ada. Namun program tersebut kurang berkembang dan baru mulai tahun 2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti kecenderungan dunia, yakni menggunakan konsep pendidikan inklusif. (Berbagai Sumber/Nan/Cecep)


Sumber foto : Freepik